Solopos.com, SOLO — Guru SD yang memiliki ijazah tak linear atau non-PGSD dibuat resah. Pasalnya, muncul isu mereka diwajibkan mengambil kuliah S1 PGSD agar tunjangan profesi guru tak dicabut. Hal ini dikaitkan dengan Permendikbud 62/2013 tentang sertifikasi guru dalam jabatan. Muncul dugaan Universitas Terbuka (UT) memanfaatkan isu itu untuk merekrut mahasiswa baru.
Saat bertandang di SDN Cinderejo No.193, Banjarsari, Rabu(29/1/2014) lalu, Solopos.com menemukan surat perihal penerimaan mahasiswa baru S1 PGSD BI (masukan S1 dari berbagai bidang ilmu) dengan kop surat UT. Bersama surat tersebut, ada selembar surat rekomendasi dari UPTD Dikpora Banjarsari yang diteken kepala UPTD setempat.
“Memang ada surat edaran terkait penerimaan mahasiswa baru, Surat UPTD mengantarkan surat dari UT,” ujar Kepala SDN Cinderejo No.193, Mulyono.
Sebelumnya, Guru SD Islam Diponegoro, Pasar Kliwon, Rusminah, sempat mendengar wacana guru yang sudah lulus sertifikasi guru masih harus kuliah lagi S1 PGSD selama tiga semester. “Saya dengar kebijakannya seperti itu wajib,” ujar guru yang lulus PLPG 2013 ini.
Kepala Bidang (Kabid) Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (PTK), Sulardi, menjelaskan belum ada keharusan ataupun surat yang menjelaskan bahwa guru SD berkualifikasi akademik nonPGSD harus kuliah lagi di PGSD. Namun secara normatif, guru yang mengajar di SD seyogyanya mempunyai ijazah PGSD atau SPG.
Realitas di Kota Solo, lanjutnya, ada banyak guru yang punya sertifikat pendidik tak linear dengan kualifikasi akademiknya. Merujuk pada permendiknas, solusi bagi mereka yakni diberikan masa dua tahun untuk dapat lulus Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG).
“Syarat PLPG kan guru yang sudah menjalankan tugas mengajar minimal lima tahun. Jadi kuliah lagi tidak harus. Sertifikat pendidiknya kan SD,” ujarnya saat ditemui wartawan, Sabtu (1/2).
Memang lanjutnya, kualifikasi guru SD minimal S1, sehingga guru-guru yang belum mencapainya berhak untuk bersekolah lagi. Memang untuk guru berusia 50 tahun ke atas dan masa kerja minimal 20 tahun tetap mendapatkan sertifikat. Meskipun kebanyakan guru merupakan lulusan diploma II, mereka juga wajib memiliki kualifikasi pendidikan S1.
Sulardi menegaskan Permendiknas 62/2013 tidak mengarahkan guru sertifikasi non-PGSD harus kuliah S1 PGSD lagi. Dia menjelaskan guru yang memiliki sertifikat pendidik tidak sesuai dengan kualifikasi akademiknya dapat mengajar sesuai sertifikat pendidiknya sebagai guru kelas.
“Kalau di SMK, klausulnya ada ‘dan atau’, sehingga guru SMK bisa mengajar sesuai kualifikasi akademiknya ataupun sertifikasi pendidiknya. Tapi terkait rekomendasi itu akan segera kami usut,” tandasnya.
Sebelumnya, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Sugiaryo, saat ditemuiSolopos.com, Selasa (28/1/2014), mengatakan beredar isu guru PGSD besertifikat yang kualifikasi akademiknya non-PGSD harus sekolah lagi S1 PGSD. Isu itu meresahkan guru-guru yang tergabung dalam PGRI. Sejumlah guru memang bertanya kepada PGRI terkait hal ini. Dia menuding isu itu dikembangkan UT untuk kepentingan penerimaan mahasiswa baru.
“Guru yang sudah lulus sertifikasi PGSD, karena kualifikasi akademiknya bukan PGSD terus harus PGSD itu tidak benar. Isu itu yang mengambangkan UT, nah UT kan ingin mahasiswanya banyak, terus pada mendaftar. Betul itu, banyak yang mendaftar. Di Banjarsari saja yang mendaftar 301 orang. Kan kasihan guru! selama pemerintah belum membuat edaran, jangan memanipulasi informasi lah. Belum ada edarannya sudah diinformasikan apa enggak jadi persoalan,” ujarnya.
Diungkap Sugiaryo, pihaknya telah mengonfirmasi Kabid PTK dan kepala Disdikpora, mereka tidak membuat edaran. Manipulasi informasi itu merugikan.”Terus terang guru-guru saya resah ada informasi ini apalagi menyebutkan wajib, jelas resah,” terangnya.
Sumber : http://www.solopos.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar